Sabtu, 28 Maret 2009

Muted Group Theory


● Gambaran Umum teori ini
Perempuan melihat atau menganggap dirinya sebagai kaum yang memiliki kekurangan kekuatan dan kekurangan kefasihan dalam berkata-kata, karena kata-kata yang mereka gunakan telah disediakan sesuai dengan pengalaman kaum lelaki.
● Apa yang dipelajari....?
MGT menjelaskan bahwa perempuan mencoba untuk menggunakan bahasa ciptaan laki-laki untuk menggambarkan pengalaman-pengalaman mereka.

Teori ini tergabung dalam bagian atau sub-bab mengenai Budaya dan perbedaan. Sehingga dengan ini dapat kita lihat bahwa ruang lingkup dari teori ini pun juga tidak jauh membahas mengenai kebudayaan dan perbedaan, yang terhubung juga dengan ilmu komunikasi. Sehingga batasan-batasan yang ada seputar itu. Dengan adanya ruang lingkup yang ada dan batasan yang jelas maka kita dapat lebih mudah memahami teori ini, batasan membuat kita tetap fokus pada inti teori dan tidak melenceng maupun melebar.
Teori MGT ini becerita tentang adanya kelompok yang membisu dalam suatu komunitas. Lingkup komunitas bisa beragam, apakah di suatu negara, kelompok di suatu daerah, dll. Membisunya kelompok tersebut disebabkan oleh beragam faktor dan beragam penyebab. Salah satu penyebabnya ialah karena adanya budaya yang memaksa dan mengikat.
Selain budaya juga adanya perbedaan. Perbedaan ini sangat beragam. Beberapa diantaranya ialah, perbedaan kepentingan masing-masing orang. Setiap manusia memilki kepentingan yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Kepentingan yang ada juga dipengaruhi oleh adanya latar belakang dari orang tersebut. Terkadang hal yang bukan menjadi kebutuhannya menjadikan hal tersebut juga bukan menjadi kepentingannya. Sehingga kadang lebih diabaikan.
Selain perbedaan kepentingan, yang sangat mendasar lagi ialah perbedaan jenis kelamin atau gender. Perbedaan jenis kelamin sangat besar pengaruhnya terhadap banyak hal, seperti: Hal politik, pembagian kerja, pengalaman, kepercayaan, dominasi, dll. Dan ini sangat memperngaruhi faktor perbedaan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga tidak jauh dari faktor budaya juga.
Selain itu adanya kelompok yang membisu juga dikarenakan adanya struktur sosial dan sistem hirarki yang cenderung mendiskriminasi mereka. Sistem hirarki tersebut dan sturktur sosial ikut menentukan suatu sistem komunikasi untuk suatu budaya. Ini berlaku bagi mereka (suatu kelompok) yang tidak memiliki kekuatan atau hanya memiliki kekuatan yang lemah di dalam masyarakat, seperti: perempuan, orang dengan kemampuan ekonomi rendah, dan orang kulit hitam yang cenderung dikucilkan. Mereka harus belajar untuk bekerja didalam sistem komunikasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok yang dominan.

Siapakah kelompok dominan....?
Kelompok dominan ialah mereka yang memegang atau menguasai kekuatan di dalam pembentukan suatu budaya

Kelompok-kelompok yang dianggap sebagai kaum sub-ordinat mencoba berbicara dan bersuara, tetapi justru dianggap sebagai orang yang konyol, dan dianggap menulikan telinga orang-orang di kelompok dominan. Dan kaum perempuan, serta mereka yang merasa berada di kalangan sub-ordinat akan menjadi kelompok yang membisu.
Kelompok membisu tidak dikarenakan mereka tidak memahami arti kata per kata, lalu lebih diem, tetapi yang lebih penting adalah apakah mereka dapat menangkap esensi apa yang terkandung dari percakapan tersebut. Karena jika tidak dapat menangkap esensi yang ada dalam pesan sbegai bentuk makna, maka bisa juga disebut kelompok tersebut tidak nyambung, dan dengan sendirinya dia sadar dan menjadi bisu atau terdiam.
Dalam pokok bahasan yang ada yang lebih ditekankan atau lebih difokuskan ialah kaum perempuan sebagai kelompok yang membisu, tetapi setelah penelitian demi peniltian (Mark Orbe -1998- dan Michael Hechter -2004-) maka teori ini juga valid jika digunakan untuk kelompok-kelompok yang tidak dominan. Karena mereka mengalami hal yang sama.
Perbedaan yang di munculkan bukan dalam segi seks atau jenis kelamin secara fisik perempuan dan laki-laki. Tetapi dalam kedudukannya sebagai status sosial. Perempuan yang lebih diremehkan dan dijadikan kaum kedua setelah kaum adam. Dan inilah yang menyebabkan perempuan menjadi kelompok yang membisu karena mereka merupakan kelompok non-dominan, jadi, tidak punya kuasa dan kewenangan untuk menentukan dan mengatur suatu sistem sosial, sebagai bentuk dari hasil budaya
Cheris Kramarae (1981), meneliti konsep dari MGT ini. Dia juga memandang bahwa MGT ini juga sebagai bentuk dari hasil adanya interaksi lintas budaya. Kramarae membangun teori yang fokus dan lebih spesifik untuk komunikasi. Dibangunlah tiga asumsi.
Perempuan merasa berada di dunia yang berbeda dengan laki-laki, dikarenakan pengalaman yang dialami oleh keduanya berbeda juga dalam hal pembagian kerja juga berbeda.
Karena dominasi politik yang ada, bahwa presepsi laki-lakilah yang dominan, sehingga hal itu menghambat ekspresi bebas dari perempuan sebagai bentuk model alternatif dari dunia ini.
Dalam partisipasinya di tengah-tengah masyarakat, perempuan harus mengubah model mereka sendiri kedalam bentuk yang diterima oleh ekspresi sistem laki-laki sebagai dominant group.

Jenis kelamin sebagai dasar perbedaan presepsi.
● Perempuan dan laki-laki berada di temat yang berbeda. Hal ini kemudian dipandang dari sistem pembagian kerja antara mereka. Perempuan dengan segala jenis pekerjaan didalam rumah atau mengurusi tentang rumah, sedangkan laki-laki bertanggung jawab terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berada di luar rumah.
● Akhirnya yang ada adalah perempuan dengan peraturan rumah atau kehidupan yang lebih bersifat pribadi, sedangkan laki-laki dengan peraturan di tempat bekerja atau kehidupan yang bersifat umum atau ke masyarakat.
● Tanggung jawab yang terbentukpun berbeda. Perempuan lingkupnya lebih kecil atau sederhana dibandingkan dengan laki-laki yang lebih luas dan lebih besar.
● Karakter yang terbentuk sejak masih kecilpun juga sudah berbeda. Orang tua mengasuh dan merawat anak laki-laki dengan perempuan dengan cara yang berbeda. Laki-laki yang identik dengan sesuatu yang “kuat”, ”gigih”, ”kebebasan”,dll. Sedangkan perempuan dibesarkan dengan sesuatu yang “penuh cinta”, “kelembutan”, “manis”, dll. Sehingga karakter mereka berkembang ke dewasa juga berbeda.
● Dengan ini semua mengakibatkan setiap pengalaman yang dialami oleh laki-laki dan perempuan berbeda, pengalaman yang berbeda akan mengakibatkan pembentukan kareakter yang berbeda juga.

Dominasi laki-laki
● Didalam sistem budaya laki-laki memiliki dominasi yang lebih tinggi dan lebih berkuasa dibandingkan perempuan. Oleh karena itu, laki-laki terkadang menjadi pengatur dari kehidupan kaum perempuan, sebgai kaum yang terdominasi.
● Dalam segi politik juga terjadi hal yang sama. Laki-laki lebih mendominasi. Jadi, kaum perempuan juga hanya ikut kaum lelaki saja.
● Keputusan-keputusan yang diambil juga lebih didominasi kaum laki-laki, sehingga kaum perempuan cenderung lebih baik membisu, daripada dihiraukan. Karena perempuan sejak jaman dahulu tidak punya hak untuk berpolitik atau ikut campur dalam dunia politik.



Proses terjadinya menjadi Bisu.
1. Ejekan
- Terkadang laki-laki cenderung mengejek atau meremehkan bahwa perempuan itu berbicara dengan makna yang sedikit atau bahkan tanpa makna, seperti: gosip, ngobrol dengan panjang lebar di telpon, dll.
- Terkadang juga kaum laki-laki mengejek kaum perempuan yang tidak memliki selera humor.
- Laki-laki juga cenderung meremehkan perempuan yang berbicara sesuatu yang kurang penting.
- Hal ini menyebabkan kaum sub-ordinat atau kelompok non-dominan ini lebih baik membisu daripada bersuara atau berbicara akan diremehkan/diejek.

2. Adat istiadat
- Posisi laki-laki derajatnya secara adat lebih tinggi dibanding perempuan.
- Saat ada upacara pernikahan, dan penggantian nama, laki-laki selalu lebih dominan. Seorang istri akan menyandang nama suaminya. Contohnya, saat pewarisan nama marga atau boru, pasti nama ayahnya yang akan diturunkan. Bahkan saat Adi menikah dengan Monita, maka Monita akan menyandang sebutan sebagai Bu Adi, tetapi tidak akan ada orang memanggil Adi dengan sebutan Pak Monita.
- Oleh karena itu, kaum perempuan lebih baik membisu dan taat pada adat yang telah ada.

3. Kontrol / Kendali
- Laki-laki lebih sering mendapatkan kesempatan untuk mengambil kendali dalam banyak mengambil keputusan.
- Laki-laki berbicara dengan melebihi waktu, sedangkan kaum perempuan sangat terbatas.
- Saat laki-laki menginterupsi perempuan, maka perempuan tersebut akan merubah arah pembicaraan tentang apapun yang laki-laki tadi angkat. Perempuan hanya sekedar ikut saja.
- Disini menunjukkan bahwa kontrol dan kendali yang memegang laki-laki. Oleh karena itu, perempuan akhirnya lebih baik mengambil jalan membisu.

4. Gangguan / Godaan
- Saat perempuan mempunyai pengalaman godaan seks, maka perempuan tersebut akan dicap sebagai sesuatu yang histeris, sangat-sangat lebih sensitif, perusak, dan menunjukkan seuatu yang tidak penting.
- Hal ini lebih cenderung yang kaum perempuan yang selalu ditindas, atau dikucilkan. Tapi itulah kenyataannya.

Semua ini bukti bahwa kaum sub-ordinat dalam kasus ini lebih ditekankan kaum perempuan ialah bagian dari kelompok yang membisu, sebagai dampak dari budaya dan adanya perbedaan.

3 komentar:

  1. Thanks ya buat teorinya

    BalasHapus
  2. MGT itu sebenarnya teori dalam bidang apa ya khususnya??

    BalasHapus
  3. minta referensinya donk....bleh ya.

    BalasHapus