Minggu, 12 Juli 2009

15 Pengertian Komunikasi dari para ahli...

Ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah pada intinya memfokuskan pada proses penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat instrumental dan persuasive. Dari konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah tersebut, ada beberapa definisi yang muncul yang sesuai dengan konsep terebut, yaitu :


Menurut Bernard Barelson dan Gary A. Steiner, Komunikasi adalah transmisi informasi ngagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan symbol-simbol , kata-kata, gambar, figura, grafik, dan sebagainya. Tindakan transmisi itulah yang disebut komunikasi.

Menurut Theodore M. Newcoloumb, Komunikasi adalah suatu transmisi informasi yang terdiri dari rangsangan yang diskriminatif dari sumber kepada penerima.

Menurut Carl I. Hovland, Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambing-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

Menurut Gerald R. Miller, Komunikasi adalah proses yang terjadi ketika suatu sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

Menurut Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah tingkah laku mereka.

Menurut Raimond S. Ross, Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan symbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.

Menurut Marry B. Cassata dan Molefi K. Asante, Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.

Menurut Harold Lasswell, Komunikasi adalah “Who Says What In Channel To Whom With What Effect” dimana seorang komunikator mengatakan sesuatu yang ingin disampaikan melalui cara apa kepada komunikan dan bagaimana pengaruh yang ditimbulkan.

Yang kedua adalah konseptualisasi komunikasi sebagai interaksi. Pemahaman dari konsep ini pada intinya mengatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi disini merupakan komunikasi yang menimbulkan umpan balik (feed back), dimana dalam proses komunikasi ini terjadi proses saling mempengaruhi antara komunikator dengan komunikan.dalam hal ini komunikasi merupakan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi.

Yang ketiga adalah konseptualisasi komunikasi komunikasi sebagai transaksi. Pemahaman dari konsep ini pada intinya komunikasi dalam hal ini bersifat dinamis yang secara sinambung mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Dari pemahaman konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi timbul definisi tentang komunikasi yang sesuai dengan konsep tersebut. Yaitu :

Menurut John R. Wenburg dan William W. Wilmot, Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.

Menurut Donald Byker dan Loren J. Anderson, Komunikasi adalah berbagai informasi antara dua orang atau lebih.

Menurut William I. Gorden, Komunikasi adalah transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.

Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.

Menurut Stewart L. Tubs dan Sylvia Moss, Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.

Menurut Diana K. Iva dan Phil Backlund, Komunikasi adalah proses yang terus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan dengan tujuan berbagai makna.

Menurut Karl Erik Rosengren, Komunikasi adalah interaksi subyektif purposif melalui bahasa manusia yang berartikulasi ganda berdasarkan symbol-simbol.


Menurut Pratiwa Dyatmika, Komunikasi adalah upaya mengungkapkan sesuatau yang ada di dalam diri kita kepada sesuatu yang ada di luar kita, apapun caranya, dan Komunikasi adalah satu-satunya hal yang tidak mungkin tidak dilakukan satupun manusia di dunia ini.

*dalam buku ilmu komunikasi suatu pengantar karangan Prof. Deddy Mulyana

Tak selamanya kebahagiaan dari kemewahan

Tak selamanya kemewahan, benda berharga ialah sesuatu yang mahal.
Disini tak ada lampu yang menyinari, tapi aku menjadi tahu bahwa Tuhan menciptakan bintang dan bulan untuk menyinari alam ini sewaktu malam.
Disini tak ada televisi sebagai tontonan dan hiburan, tapi aku menjadi tahu bahwa Tuhan menciptakan alam, hutan, sungai sebagai pemandangan yang cukup indah.
Disini tak ada AC maupun kipas angin, tapi aku menjadi tahu bahwa Tuhan menghembuskan nafasnya yang menjadi angin sepoi-sepoi di malam hari.
Disini tak ada game elektronik, tapi aku menjadi tahu bahwa Tuhan memberikan permainan-permainan dalam hidup ini yang harus kita selesaikan.
Disini tak ada Satpam maupun polisi, tapi aku menjadi tahu bahwa Tuhan selalu ada untuk menjaga dan menyediakan orang lain untuk saling mengingatkan dan melengkapi.
Disini tak ada Suara-suara musik yang merdu,tapi aku mejadi tahu bahwa Tuhan menciptakan suara-suara lewat burung dan gemercik air yang harmonis.
Dengan ini aku menjadi tahu bahwa kasih menjadi sesuatu hal yang mahal, mewah dan sangat berharga.
Karna disini aku menemukan banyak kasih dari orang lain.

Dimanakah film kartun Indonesia?


Televisi di jaman ini tidak lagi menjadi barang yang sangat berharga dan langka. Televisi menjadi satu barang yang biasa, hampir setiap keluarga memilikinya, bahkan bagi mereka dari keluarga yang termasuk dalam kategori lebih dari cukup memiliki telivisi lebih dari satu. Televisi menjadi satu barang yang penting di jaman yang serba maju ini, terlebih lagi di negara demokrasi. Televisi akan menjadi sarana media yang sangat ampuh.
Telivisi akan menjadi sangat disenangi oleh semua kalangan, tidak hanya kaum dewasa dan remaja, sekarang anak-anak juga sangat tergantung dengan benda elektronik ini. Tidak hanya sebagai penonton atau pemirsanya saja, tetapi juga terlibat dalam proses penayangannya.
Karena kelebihannya sebagai media yang audio-visual, maka televisi memiliki banyak fungsi. Salah satunya sebagai media untuk sarana pembelajaran dan pengetahuan. Proses pembelajaran seseorang tidak akan pernah ada hentinya, selama ia hidup ia akan dapat terus belajar dan belajar. Dan sarana pembelajaran yang semakin baik adalah saat ia semakin banyak menggunakan indera manusia. Daya efektifitas pembelajaran semakin tinggi. Oleh karena itu, tidak sedikit proses pembelajaran yang terbentuk selain di sekolah adalah dengan menonton televisi.
Televisi membawa dampak yang luas, negatif ataupun positif. Proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan salah satu dampak yang positif. Itu semua sangat dipengaruhi oleh apa yang ditayangkan oleh stasiun televisi itu.
Berkaitan dengan apa yang ditayangkan, anak-anak menjadi sangat rawan terhadap benda yang satu ini. Pola pikir anak-anak yang masih rentan, sangat mudah dipengaruhi oleh apa yang mereka tonton. Mereka akan banyak meniru dan mencontoh apa yang mereka lihat. Apabila bagi mereka itu dianggap baik dan bagus maka dengan segera mereka akan mengikutinya. Bahkan tidak hanya dari segi gaya, tetapi juga hingga pada tingkah laku. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengawasan yang sangat ketat dari pihak orang tua, untuk mendidik dan membatasi tayangan apa yang cocok untuk ditonton oleh anak-anak mereka. Karena banyak tayangan yang berjubahkan serial anak-anak, akan tetapi banyak yang tidak pas dan tidak cocok dengan karakter mereka sebagai anak-anak. Ketidakcocokan yang ada lebih dikarenakan oleh waktu yang kurang tepat atau faktor budaya.
Bagi anak-anak tayangan yang sangat mereka gemari mayoritas ialah film atau serial kartun di televisi. Film kartun mengundang perhatian mereka, selain lucu, dan menarik, cerita yang diangkat cenderung ringan dan mudah dimengerti. Ini semua karena target sasarannya ialah anak-anak. Disini juga dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran anak-anak. Akan tetapi, tidak setiap film kartun itu bersifat edukatif dan cocok untuk anak-anak, masih harus banyak yang disensor.
Sebagai contoh ialah serial kartun ”Shincan”. Banyak hal yang kurang mendidik dan berbahaya dari serial kartun ini jika dibiarkan begitu saja anak-anak menonton sendiriran tanpa pendampingan. Karakter tokoh Shincan sebagai anak yang ”mata keranjang”, ”tidak nurut orang tua”, ”jail” ini yang cukup berbahaya. Karena akan menjadi sangat aneh saat usia mereka masih anak-anak sudah berpikir tentang lawan jenis, menggodanya, bahkan guru mereka sendiri hingga bisa berpikiran jorok. Hal ini dapat membuat anak-anak yang menonton yang tadinya “bersih” kemudian menjadi mempunyai pemikiran seperti Shincan.
Tidak hanya itu, kejailan dan ketidak nurutan terhadap orang tua-pun dapat diwariskan kepada anak-anak yang menontonnya. Mereka sepertinya hanya menonton tapi, disitu sebenarnya mereka menangkap apa yang mereka lihat bahkan mereka akan mengingatnya. Mereka seperti diajarkan sesuatu oleh film tersebut. Kejailan dan sifat yang tidak nurut orang tua yang ditunjukkan oleh Shincan, dapat sangat menunjukkan bahwa sebenarnya tayangan ini hanya berjubahkan anak-anak, tidak cocok dengan karakter seusianya. Akan tetapi, televisi yang bersifat mengikat ini membuat anak-anak susah untuk melepaskan media ini. Mereka seperti ketagihan untuk menonton apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka tonton, walau mungkin episodenya sama.
Disini sangat tampak bahwa stasiun televisi yang menayangkan film-film seperti ini, hanya mengejar pasaran, mengejar rating, hingga akhirnya tawaran iklanpun menumpuk, walaupun sebenarnya mereka tahu bahwa tayangan yang mereka tampilkan tidak cocok dengan waktu dan berbahaya bagi anak-anak. Tingkat komersialitas menjadi hal yang lebih diutamakan daripada kualitas siaran dan tayangan. Dan yang menjadi dampaknya ialah anak-anak. Anak-anak harus dikorbankan untuk ini semua.
Komersialitas demi keberlangsungan suatu stasiun televisi yang memaksa mereka untuk juga dengan terpaksa menayangkan tayangan-tayangan yang kurang berbobot. Keterbatasan tayanganpun juga menajdi salah satu faktor juga.
Keterbatasan tayangan dimaksud ialah saat stasiun televisi tidak ada pilihan lain untuk menayangkan siaran apa. Shincan adalah salah satu produk film kartun luar negeri dan hampir keseluruhn film kartun yang ditayangkan di televisi di Indonesia ini ialah film kartun dari luar. Perbedaan kebiasaan dan tingkah laku serta budaya, juga dapat menyebabkan saat film tersebut diputar di dalam negeri menjadi tidak cocok, ada kejanggalan dan tidak mendidik, karena ada latar belakang budaya yang berebeda. Karena proses pembuatannya pasti didasari dari latar belakang budaya juga.
Lalu yang akan menjadi pertanyaan dimanakah film kartun hasil ciptaan anak negeri? Karena bagaimanapun juga film hasil karya anak negeri sendiri lebih cocok dengan kebiasaan dan budaya disini.
Inilah yang dimaksud dengan tingkat komersialitas sekarang menjadi hal yang primer dari suatu stasiun televisi. Mereka terpaksa bersaing dengan bahan-bahan yang seadanya, mereka kurang dapat ”survive” untuk menjaga kualitas siaran dengan siaran yang mendidik dan berbobot, sekalipun film kartun.
Karena film kartun sangat digemari oleh anak-anak. Anak-anak mulai menyenangi film dari mulai tayangan anak-ank, seperti kartun. Jika, sejak kecil mereka sudah mulai membiasakan untuk menonton film-film dalam negeri, maka ketik dewasa mereka juga akan menghargai dan menggemari film-film hasil karya dalam negeri. Akan tetapi jika sejak kecil sudah dibiasakan menyaksikan film-film luar negeri, film produksi Hollywood, WB, dll. Maka ketika dewasa mereka akan cenderung lebih condong ke film-film produksi luar negeri, dan kurang bisa menghargai produksi film dalam negeri seperti mereka yang sejak kecil dibiasakan mendengar dan melihat bahwa produksi dalam negeri juga tidak kalah bagus.
Oleh karena itu, sebaiknya mulai dibiasakan kepada anak-anak untuk mengaggumi dan menggemari hasil produksi dalam negeri, sehingga sejak kecil terbentuk mental yang bangga dengan negeri sendiri.

Sabtu, 28 Maret 2009

Efektifitas Komunikasi Interpersonal

Ancangan pragmatis, keperilakuan, atau sering dikatakan sebagai ancangan "keras" untuk efektivitas antarpribadi, adakalanya dinamai model kompetensi, memusatkan pada perilaku spesifik yang digunakan oleh komunikator untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Model ini juga menawarkan lima kualitas efektivitas: kepercayaan-diri (confidence), kebersatuan (immediacy), manajemen interaksi (interaction management), daya-pengungkapan (expresiveness), dan orientasi ke pihak lain (other orientation) (Spitzberg & Cupach, 1989; Spitzberg & Hecht, 1984).

Kepercayaan-diri
Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial; perasaan cemas tidak dengan mudah dilihat oleh orang lain. Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga memungkinkan pembiealll berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka merasa lebih nyaman.
Komunikator yang secara sosial memiliki kepereayaan diri bersikap santai, tidak kaku; fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara tertentu dan gerak tubuh tertentu; terkendali, tidak gugup atau canggung.
Sosok yang santai, menurut riset, mengkomunikasikan sikap terkendali, status, dan kekuatan Ketegangan, kekakuan, dan kecanggungan, sebaliknya, mengisyaratkan ketiadaan kendali, yang selanjutnya mengisyaratkan ketidak-mampuan mengendalikan lingkungan atau orang lain serta mengisyaratkan kesan bahwa orang itu berada dalam kekuasaan atau kendali pihak luar.
Emosi. Emosi merupakan hal yang penting dalam factor penentu Kepercayaan diri. Emosi yang terkontrol dapat mempertahankan kepercayaan diri kita.

Kebersatuan (Immediacy)
Kebersatuan· mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar – tereiptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa yang menunjukkan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif ketimbang bahasa yang tidak menunjukkan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar.
Secara nonverbal kita mengkomunikasikan kebersatuan dengan memelihara kontak mata yang patut, kedekatan fisik yang menggemakan kedekatan psikologis, serta sosok tubuh yang langsung dan terbuka. Ini meliputi gerakan tubuh yang dipusatkan pada orang yang anda ajak berinteraksi, tidak terlalu banyak melihat kesana-kemari, tersenyum kepada orang itu, dan perilaku lain yang mengisyaratkan, "Saya berminat kepada anda."
Kebersatuan dikomunikasikan secara verbal dengan berbagai cara. Misalnya:
1. Menyebut nama lawan bicara.
2. Menggunakan kata ganti yang mencakup baik pembicara maupun pendengar.
3. Memberikan umpan balik yang relevan.
4. Tunjukkanlah bahwa anda memusatkan perhatian pada kata-kata lawan bicara.
5. Kukuhkan, hargai, atau pujilah lawan bicara.
6. Sertakan referensi-diri ke dalam pemyataan yang bersifat evaluatif.

Manajemen Interaksi
Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting. Masing-m­asing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi.
Menjaga peran sebagai-pembicara dan pendengar dan -melalui gerakan mata, ekspresi vokal, serta gerakan tubuh dan wajah yang sesuai- saling memberikan kesempatan untuk berbicara merupakan keterampilan manajemen interaksi. Begitu juga, menjaga percakapan terus mengalir dengan lancar tanpa keheningan panjang yang membuat orang merasa canggung dan tidak nyaman merupakan tanda dari manajemen interaksi yang efektif.
Manajemen interaksi yang efektif menyampaikan pesan-pesan verbal dan nonverbal yang saling ber­sesuaian dan saling memperkuat. Layak dikemukakan di sini bahwa wanita pada umumnya menggunakan ekspresi nonverbal yang lebih positif dan lebih menyenangkan ketimbang pria. Sebagai contoh, wanita lebih banyak tersenyum, lebih banyak mengangguk tanda setuju, dan lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan positif. Tetapi, ketika mengungkapkan perasaan marah atau kekuasaan yang dimiliki, banyak wanita yang tetap menggunakan isyarat-isyarat nonverbal positif ini, sehingga melemahkan ekspresi kemarahan atau kekuasaan tersebut. Hasilnya adalah bahwa wanita demikian seringkali canggung dalam memperlihatkan emosi negatif, dan lawan bicara karenanya kurang bisa mempercayai mereka atau merasa terancam oleh perilaku ini.

Pemantauan-Diri (Self-Monitoring). Pemantauan-diri berhubungan secara integral dengan manajemen interaksi antarpribadi. Pemantauan diri adalah manipulasi citra yang kita tampilkan kepada pihak lain (Snyder, 1986). Pemantaun-diri yang cermat selalu menyesuaikan perilaku mereka menurut umpan balik dari pihak lain, guna mendapatkan efek yang paling menyenangkan. Mereka memanipulasi (dalam arti positif) interaksi antarpribadi untuk menciptakan kesan antarpribadi yang terbaik dan paling efektif. Pemantau-diri yang kurang baik, sebaliknya, tidak terlalu memperhatikan citra yang mereka pancarkan kepada pihak lain. Interaksi mereka ditandai oleh keterbukaan di mana mereka mengkomunikasikan pikiran dan perasaan mereka tanpa usaha memanipulasi eitra yang mereka ciptakan. Kebanyakan dari kita berada di antara kedua ekstrim ini.
Walaupun tampaknya ada dua tipe pemantauan-diri yang relatif jelas, kita semua melakukan pemantauan-diri secara selektif, bergantung pada situasi: Anda lebih mungkin memantau perilaku dalam suatu wawancara melarnar pekerjaan ketimbang dalam interaksi dengan sekelompok ternan.
Temuan riset dan teoritentang pemantauan-diri, keterbukaan, dan pengungkapan-diri mendukung kesimpulan bahwa efektivitas kita bertambah jika kita melakukan pengungkapan-diri secara selektif, membuka-diri secaraselektif, dan memantau-diri secara selektif. Tampaknya konyol jika kita membuka diri secara total, mengungkapkan segala hal tentang kita kepada setiap orang, mengabaikan umpan balik dari orang lain, dan tidak mau melakukan pemantauan-diri. ­Ekstrim lainnya - orang yang tertutup, tidak pemah mau mengungkapkan diri dan selalu memantau setiap gerak - sarna konyolnya dan harus pula dihindari.

Daya Ekspresi (Expressiveness)
Daya ekspresi mengacu pada keterarnpilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam inter aksi antarpribadi. Kita berperan- serta dalam permainan dan tidak sekadar menjadi penonton. Daya ekspresi sarna dengan keterbukaan dalam hal penekanannya pada keterlibatan, dan ini mencakup, rnisalnya ,­ekspresi tanggungjawab atas pikiran dan perasaan, mendorong daya ekspresi atau keterbukaan orang lain, dan memberikan umpan balik yang relevan dan patut.
Kualitas ini juga mencakup pernikulan tanggungjawab untuk berbicara dan mendengarkan, dan dalam. hal ini sarna dengan kesetaraan. Dalarn situasi konflik, daya ekspresi mencakup ikut berkelahi secara aktif dan menyatakan ketidak-setujuan secara langsung dengan "I-messages", bukan berkelahi secara pasif menarik diri, atau melemparkan tanggungjawab kepada orang lain.
Kita mendemonstrasikan daya ekspresi dengan menggunakan variasi dalam kecepatan, nada, volume dan ritme suara untuk mengisyaratkan keterlibatan dan perhatian dan'dengan membiarkan otot-otot wajah mencerminkan dan menggemakan keterlibatan ini.
Demikian juga, kita menggunakan gerak-gerik tubuh (dengan gaya dan frekuensi yang sesuai) untuk mengkomunikasikan keterlibatan. Kontak mata juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Menggunakan terlalu sedikit gerak-gerik mengisyaratkan ketiadaan minat. Terlalu banyak gerak-gerik dapat mengkomunikasikan ketidak-nyamanan, kecanggungan, dan kegugupan. Dan semuanya itu dapat mempengaruhi juga ekspresi lawan bicara kita. Karena ia-pun juga akan berekspresi sebagai tanggapan terhadap ekspresi kita. Kita terlihat bahagia dan senyum maka lawan bicara kitapun juga akan membalas senyum pada kita.
Pembicara yang berbicara tentang sesuatu yang gawat atau penting seperti: penyakit fatal, memenangkan undian 500 juta, dan lainnya dengan nada suara yang sama, dengan sosok yang statis dan dengan wajah tanpa ekspresi, adalah manajer interaksi yang tidak efektif. Karena ekspresi menunjukkan perasaan dalam diri kita sebagai tanggapan atas reaksi yang diberikan kepada kita.

Orientasi Kepada Orang lain

Terlalu sering kita hanya memperhatikan diri sendiri, berorientasi kepada diri sendiri. Dalam interaksi, antarpribadi, ini berbentuk mempercakapkan diri sendiri, pengalaman, minat dan keinginan kita sendiri. Ini berarti kita mendominasi sebagian besar, jika tidak semua, pembicaraan, dan kurang atau tidak memperhatikan umpan balik verbal dan nonverbal dari pihak lain.

Orientasi kepada orang lain adalah lawan dari orientasi kepada diri sendiri. Orientasi mengacu pada emampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama petjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan rninat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara.

Kita mengkomunikasikan orientasi kita kepada orang lain secara nonverbal melalui kontak mata yang terpusat, senyum, anggukan, mencondongkan diri ke arah lawan bicara, dan memperlihatkan perasaan dan emosi melalui ekspresi wajah yang sesuai. Secara verbal kita memperlihatkan minat melalui komentar-komentar seperti "Oh, ya?" dan "Oh, begitu?", melalui permintaan akan informasi lebih jauh ("Apa lagi yang anda lakukan di sana?"), dan melalui ungkapan empati ("Saya bisa mengerti apa yang anda rasakan; saya juga baru saja ditinggal orang yang saya sayangi").

Komunikator yang berorientasi kepada lawan bicara melihat situasi dan interaksi dari sudut pandang lawan bicara dan menghargai perbedaan pandangan dari lawan bicara ini. Begitu juga, orang yang berorientasi kepada lawan bicara mengkomunikasikan pengertian empatik dengan menggemakan perasaan pihak lain atau mengungkapkan pengalaman atau perasaan yang sama. Untuk mewujudkan empati, orang yang berorientasi kepada lawan bicara mendengarkan dengan penuh perhatian dan memper­lihatkan perhatian ini secara verbal dan nonverbal. Orientasi kepada lawan bicara memberikan umpan balik yang cepat dan pantas yang menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang perasaan dan pikiran.

Muted Group Theory


● Gambaran Umum teori ini
Perempuan melihat atau menganggap dirinya sebagai kaum yang memiliki kekurangan kekuatan dan kekurangan kefasihan dalam berkata-kata, karena kata-kata yang mereka gunakan telah disediakan sesuai dengan pengalaman kaum lelaki.
● Apa yang dipelajari....?
MGT menjelaskan bahwa perempuan mencoba untuk menggunakan bahasa ciptaan laki-laki untuk menggambarkan pengalaman-pengalaman mereka.

Teori ini tergabung dalam bagian atau sub-bab mengenai Budaya dan perbedaan. Sehingga dengan ini dapat kita lihat bahwa ruang lingkup dari teori ini pun juga tidak jauh membahas mengenai kebudayaan dan perbedaan, yang terhubung juga dengan ilmu komunikasi. Sehingga batasan-batasan yang ada seputar itu. Dengan adanya ruang lingkup yang ada dan batasan yang jelas maka kita dapat lebih mudah memahami teori ini, batasan membuat kita tetap fokus pada inti teori dan tidak melenceng maupun melebar.
Teori MGT ini becerita tentang adanya kelompok yang membisu dalam suatu komunitas. Lingkup komunitas bisa beragam, apakah di suatu negara, kelompok di suatu daerah, dll. Membisunya kelompok tersebut disebabkan oleh beragam faktor dan beragam penyebab. Salah satu penyebabnya ialah karena adanya budaya yang memaksa dan mengikat.
Selain budaya juga adanya perbedaan. Perbedaan ini sangat beragam. Beberapa diantaranya ialah, perbedaan kepentingan masing-masing orang. Setiap manusia memilki kepentingan yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Kepentingan yang ada juga dipengaruhi oleh adanya latar belakang dari orang tersebut. Terkadang hal yang bukan menjadi kebutuhannya menjadikan hal tersebut juga bukan menjadi kepentingannya. Sehingga kadang lebih diabaikan.
Selain perbedaan kepentingan, yang sangat mendasar lagi ialah perbedaan jenis kelamin atau gender. Perbedaan jenis kelamin sangat besar pengaruhnya terhadap banyak hal, seperti: Hal politik, pembagian kerja, pengalaman, kepercayaan, dominasi, dll. Dan ini sangat memperngaruhi faktor perbedaan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga tidak jauh dari faktor budaya juga.
Selain itu adanya kelompok yang membisu juga dikarenakan adanya struktur sosial dan sistem hirarki yang cenderung mendiskriminasi mereka. Sistem hirarki tersebut dan sturktur sosial ikut menentukan suatu sistem komunikasi untuk suatu budaya. Ini berlaku bagi mereka (suatu kelompok) yang tidak memiliki kekuatan atau hanya memiliki kekuatan yang lemah di dalam masyarakat, seperti: perempuan, orang dengan kemampuan ekonomi rendah, dan orang kulit hitam yang cenderung dikucilkan. Mereka harus belajar untuk bekerja didalam sistem komunikasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok yang dominan.

Siapakah kelompok dominan....?
Kelompok dominan ialah mereka yang memegang atau menguasai kekuatan di dalam pembentukan suatu budaya

Kelompok-kelompok yang dianggap sebagai kaum sub-ordinat mencoba berbicara dan bersuara, tetapi justru dianggap sebagai orang yang konyol, dan dianggap menulikan telinga orang-orang di kelompok dominan. Dan kaum perempuan, serta mereka yang merasa berada di kalangan sub-ordinat akan menjadi kelompok yang membisu.
Kelompok membisu tidak dikarenakan mereka tidak memahami arti kata per kata, lalu lebih diem, tetapi yang lebih penting adalah apakah mereka dapat menangkap esensi apa yang terkandung dari percakapan tersebut. Karena jika tidak dapat menangkap esensi yang ada dalam pesan sbegai bentuk makna, maka bisa juga disebut kelompok tersebut tidak nyambung, dan dengan sendirinya dia sadar dan menjadi bisu atau terdiam.
Dalam pokok bahasan yang ada yang lebih ditekankan atau lebih difokuskan ialah kaum perempuan sebagai kelompok yang membisu, tetapi setelah penelitian demi peniltian (Mark Orbe -1998- dan Michael Hechter -2004-) maka teori ini juga valid jika digunakan untuk kelompok-kelompok yang tidak dominan. Karena mereka mengalami hal yang sama.
Perbedaan yang di munculkan bukan dalam segi seks atau jenis kelamin secara fisik perempuan dan laki-laki. Tetapi dalam kedudukannya sebagai status sosial. Perempuan yang lebih diremehkan dan dijadikan kaum kedua setelah kaum adam. Dan inilah yang menyebabkan perempuan menjadi kelompok yang membisu karena mereka merupakan kelompok non-dominan, jadi, tidak punya kuasa dan kewenangan untuk menentukan dan mengatur suatu sistem sosial, sebagai bentuk dari hasil budaya
Cheris Kramarae (1981), meneliti konsep dari MGT ini. Dia juga memandang bahwa MGT ini juga sebagai bentuk dari hasil adanya interaksi lintas budaya. Kramarae membangun teori yang fokus dan lebih spesifik untuk komunikasi. Dibangunlah tiga asumsi.
Perempuan merasa berada di dunia yang berbeda dengan laki-laki, dikarenakan pengalaman yang dialami oleh keduanya berbeda juga dalam hal pembagian kerja juga berbeda.
Karena dominasi politik yang ada, bahwa presepsi laki-lakilah yang dominan, sehingga hal itu menghambat ekspresi bebas dari perempuan sebagai bentuk model alternatif dari dunia ini.
Dalam partisipasinya di tengah-tengah masyarakat, perempuan harus mengubah model mereka sendiri kedalam bentuk yang diterima oleh ekspresi sistem laki-laki sebagai dominant group.

Jenis kelamin sebagai dasar perbedaan presepsi.
● Perempuan dan laki-laki berada di temat yang berbeda. Hal ini kemudian dipandang dari sistem pembagian kerja antara mereka. Perempuan dengan segala jenis pekerjaan didalam rumah atau mengurusi tentang rumah, sedangkan laki-laki bertanggung jawab terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berada di luar rumah.
● Akhirnya yang ada adalah perempuan dengan peraturan rumah atau kehidupan yang lebih bersifat pribadi, sedangkan laki-laki dengan peraturan di tempat bekerja atau kehidupan yang bersifat umum atau ke masyarakat.
● Tanggung jawab yang terbentukpun berbeda. Perempuan lingkupnya lebih kecil atau sederhana dibandingkan dengan laki-laki yang lebih luas dan lebih besar.
● Karakter yang terbentuk sejak masih kecilpun juga sudah berbeda. Orang tua mengasuh dan merawat anak laki-laki dengan perempuan dengan cara yang berbeda. Laki-laki yang identik dengan sesuatu yang “kuat”, ”gigih”, ”kebebasan”,dll. Sedangkan perempuan dibesarkan dengan sesuatu yang “penuh cinta”, “kelembutan”, “manis”, dll. Sehingga karakter mereka berkembang ke dewasa juga berbeda.
● Dengan ini semua mengakibatkan setiap pengalaman yang dialami oleh laki-laki dan perempuan berbeda, pengalaman yang berbeda akan mengakibatkan pembentukan kareakter yang berbeda juga.

Dominasi laki-laki
● Didalam sistem budaya laki-laki memiliki dominasi yang lebih tinggi dan lebih berkuasa dibandingkan perempuan. Oleh karena itu, laki-laki terkadang menjadi pengatur dari kehidupan kaum perempuan, sebgai kaum yang terdominasi.
● Dalam segi politik juga terjadi hal yang sama. Laki-laki lebih mendominasi. Jadi, kaum perempuan juga hanya ikut kaum lelaki saja.
● Keputusan-keputusan yang diambil juga lebih didominasi kaum laki-laki, sehingga kaum perempuan cenderung lebih baik membisu, daripada dihiraukan. Karena perempuan sejak jaman dahulu tidak punya hak untuk berpolitik atau ikut campur dalam dunia politik.



Proses terjadinya menjadi Bisu.
1. Ejekan
- Terkadang laki-laki cenderung mengejek atau meremehkan bahwa perempuan itu berbicara dengan makna yang sedikit atau bahkan tanpa makna, seperti: gosip, ngobrol dengan panjang lebar di telpon, dll.
- Terkadang juga kaum laki-laki mengejek kaum perempuan yang tidak memliki selera humor.
- Laki-laki juga cenderung meremehkan perempuan yang berbicara sesuatu yang kurang penting.
- Hal ini menyebabkan kaum sub-ordinat atau kelompok non-dominan ini lebih baik membisu daripada bersuara atau berbicara akan diremehkan/diejek.

2. Adat istiadat
- Posisi laki-laki derajatnya secara adat lebih tinggi dibanding perempuan.
- Saat ada upacara pernikahan, dan penggantian nama, laki-laki selalu lebih dominan. Seorang istri akan menyandang nama suaminya. Contohnya, saat pewarisan nama marga atau boru, pasti nama ayahnya yang akan diturunkan. Bahkan saat Adi menikah dengan Monita, maka Monita akan menyandang sebutan sebagai Bu Adi, tetapi tidak akan ada orang memanggil Adi dengan sebutan Pak Monita.
- Oleh karena itu, kaum perempuan lebih baik membisu dan taat pada adat yang telah ada.

3. Kontrol / Kendali
- Laki-laki lebih sering mendapatkan kesempatan untuk mengambil kendali dalam banyak mengambil keputusan.
- Laki-laki berbicara dengan melebihi waktu, sedangkan kaum perempuan sangat terbatas.
- Saat laki-laki menginterupsi perempuan, maka perempuan tersebut akan merubah arah pembicaraan tentang apapun yang laki-laki tadi angkat. Perempuan hanya sekedar ikut saja.
- Disini menunjukkan bahwa kontrol dan kendali yang memegang laki-laki. Oleh karena itu, perempuan akhirnya lebih baik mengambil jalan membisu.

4. Gangguan / Godaan
- Saat perempuan mempunyai pengalaman godaan seks, maka perempuan tersebut akan dicap sebagai sesuatu yang histeris, sangat-sangat lebih sensitif, perusak, dan menunjukkan seuatu yang tidak penting.
- Hal ini lebih cenderung yang kaum perempuan yang selalu ditindas, atau dikucilkan. Tapi itulah kenyataannya.

Semua ini bukti bahwa kaum sub-ordinat dalam kasus ini lebih ditekankan kaum perempuan ialah bagian dari kelompok yang membisu, sebagai dampak dari budaya dan adanya perbedaan.

Asah Otak

1. Sebuah Raket tennis dan sebuah bola harganya Rp 125.000,00. Harga raket Rp 120.000,00 lebih mahal daripada harga bola. Berapakah harga sebuah bola?

2. Bayangkan jika anda seorang nahkoda, ada seorang nahkoda yang dikirim ke daerah samudra Hindia. Saat berlayar ternyata ada sebuah bencana angin, kemudian kapal tersebut dibelokkan dengan kecepatan 180 knot, ke arah 87 derajat bujur timur, karena dibelokkan maka kecepatan menurun menjadi 91 knot. Dan akhirnya kapal tersebut selamat. Pertanyaan berapa usia nahkoda.....? (hehe, just kidding) tapi hayo...berapa?

Kirimkan jawaban di komentar untuk mendapatkan soal asah otak lainnya yang lebih menantang!