Minggu, 12 Juli 2009

Dimanakah film kartun Indonesia?


Televisi di jaman ini tidak lagi menjadi barang yang sangat berharga dan langka. Televisi menjadi satu barang yang biasa, hampir setiap keluarga memilikinya, bahkan bagi mereka dari keluarga yang termasuk dalam kategori lebih dari cukup memiliki telivisi lebih dari satu. Televisi menjadi satu barang yang penting di jaman yang serba maju ini, terlebih lagi di negara demokrasi. Televisi akan menjadi sarana media yang sangat ampuh.
Telivisi akan menjadi sangat disenangi oleh semua kalangan, tidak hanya kaum dewasa dan remaja, sekarang anak-anak juga sangat tergantung dengan benda elektronik ini. Tidak hanya sebagai penonton atau pemirsanya saja, tetapi juga terlibat dalam proses penayangannya.
Karena kelebihannya sebagai media yang audio-visual, maka televisi memiliki banyak fungsi. Salah satunya sebagai media untuk sarana pembelajaran dan pengetahuan. Proses pembelajaran seseorang tidak akan pernah ada hentinya, selama ia hidup ia akan dapat terus belajar dan belajar. Dan sarana pembelajaran yang semakin baik adalah saat ia semakin banyak menggunakan indera manusia. Daya efektifitas pembelajaran semakin tinggi. Oleh karena itu, tidak sedikit proses pembelajaran yang terbentuk selain di sekolah adalah dengan menonton televisi.
Televisi membawa dampak yang luas, negatif ataupun positif. Proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan salah satu dampak yang positif. Itu semua sangat dipengaruhi oleh apa yang ditayangkan oleh stasiun televisi itu.
Berkaitan dengan apa yang ditayangkan, anak-anak menjadi sangat rawan terhadap benda yang satu ini. Pola pikir anak-anak yang masih rentan, sangat mudah dipengaruhi oleh apa yang mereka tonton. Mereka akan banyak meniru dan mencontoh apa yang mereka lihat. Apabila bagi mereka itu dianggap baik dan bagus maka dengan segera mereka akan mengikutinya. Bahkan tidak hanya dari segi gaya, tetapi juga hingga pada tingkah laku. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengawasan yang sangat ketat dari pihak orang tua, untuk mendidik dan membatasi tayangan apa yang cocok untuk ditonton oleh anak-anak mereka. Karena banyak tayangan yang berjubahkan serial anak-anak, akan tetapi banyak yang tidak pas dan tidak cocok dengan karakter mereka sebagai anak-anak. Ketidakcocokan yang ada lebih dikarenakan oleh waktu yang kurang tepat atau faktor budaya.
Bagi anak-anak tayangan yang sangat mereka gemari mayoritas ialah film atau serial kartun di televisi. Film kartun mengundang perhatian mereka, selain lucu, dan menarik, cerita yang diangkat cenderung ringan dan mudah dimengerti. Ini semua karena target sasarannya ialah anak-anak. Disini juga dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran anak-anak. Akan tetapi, tidak setiap film kartun itu bersifat edukatif dan cocok untuk anak-anak, masih harus banyak yang disensor.
Sebagai contoh ialah serial kartun ”Shincan”. Banyak hal yang kurang mendidik dan berbahaya dari serial kartun ini jika dibiarkan begitu saja anak-anak menonton sendiriran tanpa pendampingan. Karakter tokoh Shincan sebagai anak yang ”mata keranjang”, ”tidak nurut orang tua”, ”jail” ini yang cukup berbahaya. Karena akan menjadi sangat aneh saat usia mereka masih anak-anak sudah berpikir tentang lawan jenis, menggodanya, bahkan guru mereka sendiri hingga bisa berpikiran jorok. Hal ini dapat membuat anak-anak yang menonton yang tadinya “bersih” kemudian menjadi mempunyai pemikiran seperti Shincan.
Tidak hanya itu, kejailan dan ketidak nurutan terhadap orang tua-pun dapat diwariskan kepada anak-anak yang menontonnya. Mereka sepertinya hanya menonton tapi, disitu sebenarnya mereka menangkap apa yang mereka lihat bahkan mereka akan mengingatnya. Mereka seperti diajarkan sesuatu oleh film tersebut. Kejailan dan sifat yang tidak nurut orang tua yang ditunjukkan oleh Shincan, dapat sangat menunjukkan bahwa sebenarnya tayangan ini hanya berjubahkan anak-anak, tidak cocok dengan karakter seusianya. Akan tetapi, televisi yang bersifat mengikat ini membuat anak-anak susah untuk melepaskan media ini. Mereka seperti ketagihan untuk menonton apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka tonton, walau mungkin episodenya sama.
Disini sangat tampak bahwa stasiun televisi yang menayangkan film-film seperti ini, hanya mengejar pasaran, mengejar rating, hingga akhirnya tawaran iklanpun menumpuk, walaupun sebenarnya mereka tahu bahwa tayangan yang mereka tampilkan tidak cocok dengan waktu dan berbahaya bagi anak-anak. Tingkat komersialitas menjadi hal yang lebih diutamakan daripada kualitas siaran dan tayangan. Dan yang menjadi dampaknya ialah anak-anak. Anak-anak harus dikorbankan untuk ini semua.
Komersialitas demi keberlangsungan suatu stasiun televisi yang memaksa mereka untuk juga dengan terpaksa menayangkan tayangan-tayangan yang kurang berbobot. Keterbatasan tayanganpun juga menajdi salah satu faktor juga.
Keterbatasan tayangan dimaksud ialah saat stasiun televisi tidak ada pilihan lain untuk menayangkan siaran apa. Shincan adalah salah satu produk film kartun luar negeri dan hampir keseluruhn film kartun yang ditayangkan di televisi di Indonesia ini ialah film kartun dari luar. Perbedaan kebiasaan dan tingkah laku serta budaya, juga dapat menyebabkan saat film tersebut diputar di dalam negeri menjadi tidak cocok, ada kejanggalan dan tidak mendidik, karena ada latar belakang budaya yang berebeda. Karena proses pembuatannya pasti didasari dari latar belakang budaya juga.
Lalu yang akan menjadi pertanyaan dimanakah film kartun hasil ciptaan anak negeri? Karena bagaimanapun juga film hasil karya anak negeri sendiri lebih cocok dengan kebiasaan dan budaya disini.
Inilah yang dimaksud dengan tingkat komersialitas sekarang menjadi hal yang primer dari suatu stasiun televisi. Mereka terpaksa bersaing dengan bahan-bahan yang seadanya, mereka kurang dapat ”survive” untuk menjaga kualitas siaran dengan siaran yang mendidik dan berbobot, sekalipun film kartun.
Karena film kartun sangat digemari oleh anak-anak. Anak-anak mulai menyenangi film dari mulai tayangan anak-ank, seperti kartun. Jika, sejak kecil mereka sudah mulai membiasakan untuk menonton film-film dalam negeri, maka ketik dewasa mereka juga akan menghargai dan menggemari film-film hasil karya dalam negeri. Akan tetapi jika sejak kecil sudah dibiasakan menyaksikan film-film luar negeri, film produksi Hollywood, WB, dll. Maka ketika dewasa mereka akan cenderung lebih condong ke film-film produksi luar negeri, dan kurang bisa menghargai produksi film dalam negeri seperti mereka yang sejak kecil dibiasakan mendengar dan melihat bahwa produksi dalam negeri juga tidak kalah bagus.
Oleh karena itu, sebaiknya mulai dibiasakan kepada anak-anak untuk mengaggumi dan menggemari hasil produksi dalam negeri, sehingga sejak kecil terbentuk mental yang bangga dengan negeri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar